Kamis, 05 Juni 2014

IV.2. KASUS KORUPSI JOKOWI DI JAKARTA

IV.2.1.A. Kasus Korupsi Bus Trans Jakarta

Awal tahun 2014, publik dihebohkan dengan ratusan busway berkarat dan rusak yang baru didatangkan dari Tiongkok. Disini lagi-lagi Michael Bimo Putranto, partner Jokowi dalam menggarong APBD Kota Solo,  terindikasi memiliki peran penting dalam tender pengadaan bus Trans Jakarta karatan sebagai operator pengadaan dan pengumpul komisi untuk Jokowi. Kuat dugaan adanya markup anggaran dalam proses lelang proyek ini, dengan bus karatan asal Cina berjumlah 310 unit bus Transjakarta dan 346 unit Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB).

Michael Bimo sejak di Solo menjadi kolega Jokowi, dua kali masuk dalam tim sukses Jokowi yang berpasangan dengan F.X. Hadi Rudyatmo pada pemilihan Wali Kota Solo, pada 2005 dan 2010. Michael Bimo dan Jokowi adalah sesama wakil ketua DPD PDIP Jawa Tengah 2010 – 2015.

Pentingnya peran Bimo dalam proyek pengadaan ratusan bus dari Cina ini membuat Bimo bolak balik ke pabrik bus Ankai di Cina, hingga ditengarai Bimo kongkalikong dalam proses pengadaannya. Permainan Bimo tak sampai disitu, Bimo diduga menjadi orang yang menolong mantan Kepala Dinas Perhubungan, Udar Pristono saat akan dicopot Jokowi pada tahun 2013. Padahal, ketika itu, posisi Udar di ujung tanduk karena bermasalah.

Dalam kasus busway karatan ini, akhir Maret lalu, Kejagung telah menetapkan dua tersangka terkait kasus yang bernilai Rp 1,5 triliun ini setelah menemukan bukti permulaan yang cukup. Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Drajat Adhyaksa dan Setyo Tuhu. Keduanya merupakan pegawai negeri sipil pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta. 

Drajat Adhyaksa merupakan Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan bus peremajaan angkutan umum reguler dan kegiatan pengadaan armada bus Trans Jakarta. Ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print–25/F.2/Fd.1/03/2014, tanggal 24 Maret 2014. Sementara Setyo Tuhu merupakan ketua panitia pengadaan barang/jasa bidang pekerjaan konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 26/F.2/Fd.1/03/ 2014, tanggal 24 Maret 2014.

Belakangan, pada 12 Mei 2014 lalu, Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono resmi dinaikan statusnya dari semula saksi menjadi tersangka. Udar disangkakan telah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan dan peremajaan armada bus Trans Jakarta senilai Rp 1,5 triliun di Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada tahun anggaran 2013.
Berikut adalah alur birokrasi pengadaan di Pemprov DKI Jakarta dalam kasus korupsi Trans Jakarta :
Gubernur Jokowi sebagai Pengguna Anggaran (PA)

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kepala Dinas Perhubungan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Drajat Adhyaksa - pejabat di Dinas Perhubungan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Setyo Tuhu – pejabat di Dinas Perhubungan sebagai Ketua Panitia Lelang (KPL)
 
Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen dan Ketua Panitia Lelang sudah ditetapkan menjadi tersangka ; artinya tinggal Gubernur DKI Jakarta Jokowi sebagai Pengguna Anggaran (PA) yang belum diperiksa dan ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Kejaksaan Agung harus segera memeriksa para rekanan pengadaan bus Trans Jakarta dan segera menetapkan para tersangka dari pihak rekanan, dan untuk menjerat Gubernur Jokowi, maka Kejaksaan Agung harus memeriksa dan menjadikan tersangka Michael Bimo – Sang Operator Korupsi Jokowi sejak di Solo.

Karena Jokowi sadar bahwa modus menggarong APBD DKI melalui pengadaan Bus Trans Jakarta telah ketahuan, maka Jokowi segera membentuk BUMD PT. Transportasi Jakarta. PT. Transportasi Jakarta tersebut bertugas untuk membantu pengadaan bus - bus baru sehingga dapat menghilangkan jejak keterlibatan Jokowi. Pengadaan bus – bus baru dapat dilakukan langsung oleh PT. Transportasi Jakarta atau oleh para operator, dimana PT. Transportasi Jakarta membayar biaya layanan operasional berdasarkan jarak per-kilometer.
Susunan Pengurus  PT. Transportasi Jakarta adalah sebagai berikut :
Komisaris Utama adalah Chaidier Patonnory, sementara komisarisnya adalah M. Akbar (Kepala Dishub DKI Jakarta) dan Lindung Paido Tua Simanjuntak.
Jajaran Direksi PT. Transportasi Jakarta antara lain :
Direktur Utama : Antonius Kosasih – mantan Direktur Keuangan PT Perhutani
Direktur Keuangan : Andi Patriota Wibisono
Direktur SDM dan Umum: Sri Kuncoro – mantan pejabat di PT KAI
Direktur Operasional: Heru Herawan – mantan pejabat di PT KAI
Direktur Teknis dan Fasilitas : Wijanarko – mantan pejabat di PT KAI
Struktur jajaran direksi PT. Transportasi Jakarta tersebut didominasi oleh tiga bekas pejabat di PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang merupakan usulan dari Dirut PT KAI Ignatius Jonan kepada Jokowi.
Fakta tersebut membuktikan bahwa hubungan yang sangat dekat antara Jokowi dengan Dirut PT KAI Ignatius Jonan dimana Jonan adalah donatur besar pencapresan Jokowi. 
Aktor Intelektual : Gubernur DKI Jakarta Jokowi sebagai Pengguna Anggaran
Operator Lapangan : Michael Bimo Putranto
Nilai Proyek : Rp. 1.5 triliun
Estimasi Kerugian Negara : Rp. 53 miliar

IV.2.1.B Kasus korupsi Pembangunan Monorel

Proyek pembangunan Monorel di Jakarta ditengarai penuh dengan korupsi dan kolusi. Edward Soeryadjaya adalah salah satu donatur kakap kampanye pasangan Jokowi – Ahok pada Pilkada DKI September 2012 lalu.

Kedekatan Jokowi dengan pasangan Edward – Atilah Soeryadjaja telah dimulai ketika Jokowi masih menjadi Walikota Solo, seperti dilihat pada bab IV.1.5.

Setelah hampir 7 tahun mangkrak, akhirnya proyek monorel di Jakarta dilanjutkan kembali. Pembangunan yang direncanakan rampung pada  tahun 2016 mendatang, terwujud karena disokong penuh oleh PT Jakarta Monorail, yang mana 90% sahamnya dipegang oleh Ortus Holdings. Edward Soeryadjaja, Komisaris Utama PT Jakarta Monorail, yang juga Chairman dan Founder Ortus Holding.

Pada 20 Desember 2012, atau 3 bulan usai kemenangannya di DKI Jakarta, Jokowi menyatakan kepada media bahwa Edward Soeryadjaya paling berpeluang memenangkan tender proyek Monorail Jakarta. Dan 12 Februari 2013 lalu ramai pemberitaan bahwa Edward Soeryadjaya memenangkan tender proyek Monorail Jakarta.

Konyolnya meskipun proyek monorel Jakarta telah dilakukan ground breaking pada bulan September 2013, sampai sekarang belum dapat dilakukan Perjanjian Kerja Sama karena PT. Jakarta Monorel belum sanggup memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh Pemeritah Provinsi DKI Jakarta. Disini terlihat bahwa bagi Jokowi yang paling penting adalah peliputan media massa besar-besaran pada waktu ground breaking untuk kepentingan pencitraannya, sedangkan jadi atau tidaknya proyek tersebut, berhasil atau tidaknya proyek tersebut, tidaklah penting bagi Jokowi.

Dapat dilihat bahwa Jokowi sangat tunduk pada kepentingan pengusaha Kristen dan konglomerat hitam. Jokowi melayani pengusaha kakap yang telah membantu donasi ratusan milyar sedari menjabat Walikota Solo hingga pertarungan di Pilkada DKI beberapa waktu lalu.
Aktor Intelektual : Gubernur Jokowi
Partner KKN : Edward Soeryadjaya dan Atila Soeryadjaya
Nilai Proyek : Rp. 12 triliun
Investor : Ortus Ltd (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar