Kamis, 05 Juni 2014

III. PROGRAM PENCITRAAN JOKOWI DI SOLO DAN JAKARTA

Jokowi merupakan tipe pemimpin yang mengagungkan pencitraan semenjak di Solo hingga ke Jakarta. Pencitraan positif terhadap Jokowi tersebut merupakan suatu tipuan politik yang dilakukan secara massif, sistematis dan terstruktur oleh media massa bayaran, media sosial bayaran (Jasmev – Jokowi Advance Social Media Volunteer – yang dikomandani oleh Diaz Hendro Priyono anak dari A.M. Hendro Priyono), lembaga survey bayaran dan pengamat politik bayaran yang dibelakangnya dibiayai oleh Aliansi sekelompok konglomerat hitam dengan sekelompok oligarki elit partai politik.

Tipuan politik pencitraan Jokowi merupakan sebuah rekayasa atau settingan yang sudah diprogram sejak ia menjabat Walikota Solo. Karena para konglomerat hitam terutama Edward Soeryadjaja dan James T Riyadi melihat bahwa Jokowi sosok pemimpin yang sangat mudah diajak berkolusi dan serakah, munculah skenario merekayasa Jokowi menjadi calon Gubernur DKI dan sesudah itu menjadi calon Presiden Indonesia.

Mengapa Jokowi di setting menjadi Gubernur DKI ? Jawabannya sangat mudah yaitu posisi Jakarta yang menjadi pusat perhatian nasional dan dunia internasional, Pilkada Gubernur DKI lebih dulu dibanding Pilkada Gubernur Jawa Tengah, Jawa Barat atau Jawa Timur serta kondisi geografisnya yang sangat memudahkan untuk kampanye blusukan.

Mengapa Jokowi sangat mementingkan pencitraan??? Tim CSIS menduga kuat bahwa pencitraan diri Jokowi yang cenderung narsis tersebut untuk menutupi kebodohan dan ketidak-kompetenan Jokowi. Sebagai contoh, sewaktu Jokowi diwawancara Bloomberg TV di pagi hari di rumah dinas gubernur pada April lalu, terlihat jelas jawaban-jawaban Jokowi menunjukkan kebodohannya. Jokowi ditanya tentang pendapat suatu kajian yang menyatakan bahwa tahun 2030 perekonomian Indonesia akan melampaui perekonomian Inggris dan Jerman, Jokowi menjawab bahwa ia sangat optimis dengan kajian tersebut dikarenakan infrastruktur Indonesia yang bagus, sumber daya manusia Indonesia yang tinggi dan Indonesia adalah pangsa pasar yang luas. Sebuah jawaban seorang Calon Presiden yang luar biasa bodohnya karena kita tahu bahwa infrastruktur Indonesia masih buruk yang terbukti dengan biaya logistik di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia, Human Development Index (HDI) manusia Indonesia lebih rendah daripada Vietnam dan Indonesia hanyalah pangsa pasar untuk produk impor !!!

Memimpin suatu negara sangatlah berbeda dengan memimpin Jakarta apalagi Solo. Kalau di Solo, gaya blusukan memungkinkan dikarenakan daerahnya relatif kecil. Sedangkan di Jakarta gaya blusukan terbukti kurang berhasil dikarenakan masalahnya jauh lebih kompleks. Apalagi jika memimpin negara, apakah mungkin gaya blusukan diterapkan ??? Perlu berapa puluh tahun untuk blusukan dari Sabang sampai Merauke ??? Tanpa memiliki visi, misi dan konsep yang jelas, tidaklah mungkin Jokowi mampu memimpin NKRI.

Berikut adalah beberapa program pencitraan Jokowi yang dilakukannya sejak di Solo hingga menjabat Gubernur DKI Jakarta: (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar