Kamis, 05 Juni 2014

I.3. Sekilas Profil Joko Widodo : Sang Capres Boneka Para Konglomerat Hitam

Jokowi atau nama lengkapnya Joko Widodo dilahirkan di Surakarta pada tanggal 21 Juni 1961. Dia adalah anak dari pasangan suami istri Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomihardjo. Ayahnya hanyalah seorang tukang kayu asal Jenggrik, Wonorejo, Karanganyar, sedangkan ibunya berasal dari Kelurahan Giriroto, Boyolali. Giriroto, berjarak sekira 12 km dari Kota Solo, masuk Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Giriroto merupakan basis PKI pada periode 1965.

Jokowi sendiri memulai karirnya sebagai karyawan dari CV Roda Jati, sebuah perusahaan eksportir mebel/ furnitur dari Solo, dibawah kepemimpinan Miyono, kakak dari ibunya Jokowi. CV Roda Jati juga merupakan tempat awal Jokowi belajar memproduksi mebel hingga akhirnya mendirikan perusahaan sendiri yaitu PT Art Furniture, PT Rakabu dan PT Rakabu Sejahtera. Selain itu Jokowi juga pernah menjadi Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990), Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992 – 1996) dan Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta/ ASMINDO (2002 – 2007).

Jokowi mulai menapak karir politik, setelah gagal berbisnis di luar Jawa pada 2004. Berkat bantuan Miyono, Jokowi berhasil merapat ke PAN, Demokrat dan PKS. Disitu maksud hati Jokowi ingin menjadi Walikota Surakarta, untuk menopang bisnis furniturenya, tetapi karena PAN dan PKS berebut kursi Wakil Walikota, maka akhirnya Jokowi merapat ke PDIP, dengan bantuan seorang jurnalis lokal bernama Muchus Budi R. Dengan bantuan Muchus yang merupakan sahabat Miyono, Jokowi berhasil disandingkan dengan FX Hadi Rudyatmo, Ketua DPC PDIP Surakarta pada Pemilu Walikota Surakarta tahun 2005. Dapat dilihat bahwa Jokowi bukanlah kader sejati PDIP, Jokowi adalah pendatang baru di PDIP dan bukanlah kader ideologis. Menurut info yang beredar, konon pada saat itu Jokowi harus membayar “uang mahar” senilai Rp. 3,5 miliar kepada PDIP untuk bisa dicalonkan.

Bukan hal sulit bagi PDIP untuk memenangkan pertarungan pemilu Walikota, karena Solo adalah basis PDIP. Namun yang menjadi masalah adalah para sponsor Jokowi pada saat itu, kebanyakan adalah para pedagang mebel, karena mereka ternyata menuntut imbal balik. Dari situlah dengan jabatannya sebagai walikota, Jokowi mampu mndapat jaringan konglomerat pusat. Jokowi dibantu proses lobby oleh konglomerat bernama Nur Hardjanto Doyoatmojo dan saudaranya Darmoyo Doyoatmojo. Mungkin orang awam banyak yang tidak tahu. Tapi bagi orang eksekutif apalagi dunia perminyakan pasti mengenalnya. Darmoyo Doyoatmojo CEO Medco Indonesia, perusahaan yang dimiliki kakak kelasnya sewaktu kuliah di elektro ITB dulu, yaitu Arifin Panigoro. Darmoyo juga merupakan owner dari Pabrik Batik Doyohadi di Kampung Batik Laweyan. Dan Nur Hardjanto adalah kawan akrab dari Hasyim Djojohadikusumo,  yang merupakan adik dari Prabowo Subianto.

Dari Nur Hardjanto inilah, akhirnya Jokowi mengenal Edward Soeryadjaya (owner Grup Saratoga dan Adaro) yang merupakan suami dari Atilah Soeryadjaya. Atilah yang yang bernama lengkap Atilah Rapatriati ini adalah cucu dari KGPAA Sri Mangkunegara VII, Adipati dari Pura Mangkunegaran Surakarta. Ada sedikit kisah mengenai Atilah. Ayahnya Kanjeng Pangeran Sandjojo Hamidjojo Soeparto, punya masalah pribadi dengan KGPAA Sri Mangkunegara VIII hingga menyebabkan Sandjojo dikucilkan dari daftar kekerabatan Mangkunegaran. Dari situlah, akhirnya Atilah berambisi untuk bisa “menguasai” Pura Mangkunegaran. Akhirnya melalui bantuan Jokowi, Atilah mampu menggelar pergelaran tari Matah Ati pada tahun 2012 di Pamedan Pura Mangkunegaran.

Awalnya penguasa Pura Mangkunegaran sekarang, yaitu KGPAA Sri Mangkunegara IX tidak setuju dengan itu karena mengingat latar belakang historis keluarga Atilah. Bahkan Jokowi berkali-kali ditolak permohonan izinnya, untuk bisa menggelar Matah Ati di Pamedan Pura Mangkunegaran. Dengan berbagai upaya akhirnya Jokowi mampu merayu mendiang GPH Herwasto Kusumo atau biasa disapa Gusti Heru, adik dari Mangkunegara IX supaya mengizinkah Matah Ati digelar di Mangkunegaran. Atas jasa Jokowi itulah, akhirnya Atilah pun dikabarkan deal dengan Jokowi untuk menjadi sponsor pencalonan Jokowi sebagai gubernur DKI pada tahun 2012. Deal juga termasuk penguasaan beberapa aset Mangkunegaran seperti Hotel Dana, Taman Putra dan Pasar Triwindu. Termasuk pembangunan restauran dan Hotel Omah Sinten di depan Pura Mangkunegaran, yang sebenarnya itu adalah pelanggaran UU tahun 2010 soal Benda Cagar Budaya. Juga deal mengenai pengembangan proyek Astra di Ring Road Mojosongo. Dari Atilah pula akhirnya Jokowi mengenal Chaerul Tandjung dan James T. Riyadi. Disinilah nama Jokowi menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, dan calon Presiden Indonesia.

Karena para konglomerat hitam terutama Edward Soeryadjaja dan James T. Riyadi melihat bahwa Jokowi sosok pemimpin yang sangat mudah diajak berkolusi dan serakah, munculah skenario merekayasa Jokowi menjadi calon Gubernur DKI dan sesudah itu menjadi calon Presiden Indonesia. Mengapa Jokowi di setting menjadi Gubernur DKI ? Jawabannya sangat mudah yaitu posisi Jakarta yang menjadi pusat perhatian nasional dan dunia internasional, Pilkada Gubernur DKI lebih dulu dibanding Pilkada Gubernur Jawa Tengah, Jawa Barat atau Jawa Timur serta kondisi geografisnya yang sangat memudahkan untuk kampanye blusukan. Gaya  kampanye blusukan tersebut akan sulit bila diterapkan misalnya jika Jokowi menjadi calon Gubernur Jawa Barat atau calon Gubernur Jawa Timur dikarenakan luas daerahnya.
Dari hasil investigasi CSIS terhadap karakter Jokowi, berdasarkan Primbon Jawa/ Almanak Jawa yang dikeluarkan oleh Keraton Surakarta, didapatkan hasil yang sangat mengejutkan tentang karakter dan sifat Jokowi. Berikut hasil investigasi tersebut dalam Bahasa Jawa dan terjemahan Bahasa Indonesia:
Pawukonipun Joko Widodo
Dinten Lahir 21 Juni 1961, Rebo Pon, 7 Suro, Jimawal windu : Sancoyo
Wukunipun : Sungsang
Dewanipun : Bethoro Gana (Gajah), watakipun remen nesu, kiyat badaripun
Kayunipun : kayu tangan, watakipun mboten remen nganggur, budinipun keras, remen melikipun liyan
Manukipun : manuk Nuri : boros, tebih saking kebingahan, serakah serto remen dateng bab-bab ingkang mboten sae
Condronipun : kembang wora-wari, watakipun ageng napsu karepsanipun
Lambangipun : joko wuru tibo, tegesipun kacilakanipun amargi saking bingung atinipun sebab remen mboten nepati janji-janji.  

Pawukon Joko Widodo
Lahir : 21 Juni 1961
Hari : Rabu Pon, 7 Muharram, Jimawal windu : Sancoyo
Wuku : sungsang
Dewa: Batara Gana (Gajah). Wataknya suka marah, kuat badannya.
Kayunya tangan, wataknya tidak suka menganggur, budinya keras, suka pada milik orang lain.
Burungnya Nori : boros, jauh bahagianya, serakah, dan gemar pada hal-hal yang tidak baik.
Candranya bunga wora-wari : wataknya besar nafsu amarahnya, tetapi masih bisa dikendalikan
Lambangnya Joko waru tibo artinya kecelakaannya disebabkan karena bingung hatinya sebab ingkar janji dan lain lain.

Dari Pawukon Joko Widodo tersebut diatas, karakter Jokowi yang antara lain : serakah, suka pada milik orang lain, gemar pada hal-hal yang tidak baik, suka ingkar janji, boros, ternyata tercermin dalam cara – cara Jokowi menimbun harta dari hasil korupsi seperti yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam Bab IV (korupsi Jokowi di Solo dan korupsi Jokowi di Jakarta).

Dapat disimpulkan bahwa Pawukon Jokowi yang mencerminkan karakter Jokowi serta perbuatannya-perbuatannya dengan kasus-kasus korupsi Jokowi di Solo dan Jakarta, sangat bertolak belakang dengan tipuan pencitraan positif yang dilakukan oleh media massa bayaran, media sosial bayaran, lembaga survey bayaran dan pengamat politik bayaran. (Bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar