Kamis, 05 Juni 2014

I.4. Sekilas Profil Jusuf Kalla : Sang Kleptokrasi

Jusuf Kalla lahir di Watampone Sulawesi Selatan pada 15 Mei 1942. Karirnya di pemerintahan antara lain sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan di masa pemerintahan Presiden Abdurrahhman Wahid periode 1999 - 2000. Lalu menjabat Menko Kesra di era pemerintahan Megawati Sukarnoputri pada 2002 - 2004 hingga mengundurkan diri dari Kabinet untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono pada Pilpres 2004 silam dan menjadi Wakil Presiden RI periode 2004 – 2009.

Jusuf Kalla adalah seorang yang oportunis, pragmatis dan sangat serakah. Saat menjadi Wakil Presiden periode 2004 – 2009, Jusuf Kalla dijuluki sebagai “The Real President” dikarenakan sangat dominannya mendorong dan menguasai perekonomian Negara dan Proyek – proyek infrastruktur.

Proyek – Proyek infrastruktur tersebut antara lain : Proyek percepatan PLTU 10.000 MW di PLN, Proyek pembangunan 1000 Menara Rusunami dengan Perumnas, Proyek Konversi Minyak Tanah ke Tabung Elpiji 3 Kg, Proyek Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa 1000 Km. 

Proyek – proyek tersebut mayoritas dikuasai oleh Grup Bukaka dan Grup Bosowa milik sang besan – Aksa Mahmud. Contohnya Proyek Jalan Tol Trans Jawa 1000 Km dimana Grup Bosowa dan Bukaka Teknik Utama milik JK yang diuntungkan lewat PT. Lintas Marga Sedaya sebagai konsorsiumnya.

Keserakahan Jusuf Kalla yang paling vulgar adalah Proyek percepatan PLTU 10.000 MW yang sangat merugikan PLN. Jusuf Kalla merubah kerjasama yang seharusnya Government to Government menjadi Business to Business. Jika kerjasama proyek tersebut dilakukan secara Government to Government Jusuf Kalla akan mendapat banyak hambatan dari birokrasi pemerintahan seperti Presiden, Menteri Keuangan, Menteri ESDM, Kepala BAPPENAS dll. Sedangkan jika kerjasama itu dilakukan secara Business to Business maka kerjasama cukup dilakukan antara PT PLN (Persero) dengan para EPC Kontraktor dari China.

Jusuf Kalla dan Dirut PLN saat itu – Eddie Widiono Suwondo – sangatlah kompak menggarong uang PLN sejak Jusuf Kalla masih sebagai pengusaha. Kedekatan mereka dimulai saat Bukaka menggugat PT. PLN (Persero) mengenai Proyek Transmisi Bukaka yang dibatalkan di era Presiden Abdurrahman Wahid dan PT. PLN (Persero) yang diwakili oleh Eddie Widiono Suwondo (menjabat Direktur Pemasaran dan Distribusi PLN saat gugatan Bukaka dilakukan) mencapai kesepakatan dicabutnya gugatan Bukaka dengan kompensasi sejumlah uang sebagai Golden Shake Hand. Pertemanan mereka berlanjut sampai Eddie Widiono Suwondo menjabat sebagai Dirut PT. PLN (Persero) periode 2001 – 2008.

Begitu Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden tahun 2004, timbul inisiatif mereka berdua untuk menjarah anggaran PLN dengan cara membuat Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW dengan alasan PLN kekurangan kapasitas pembangkit. Proyek tersebut bernilai ratusan Triliun rupiah yang sebagian besar kontraktor lokalnya didominasi oleh Bukaka Grup dan perusahaan – perusahaan afiliasinya, sedang perusahaan asingnya semuanya berasal dari China.

Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW tahap I tersebut sampai sekarang belum semuanya selesai dikarenakan kualitas EPC Kontraktor China yang dipilih sangat jelek, sehingga meskipun baru dibangun PLTU – PLTU-nya sudah sering rusak. Kondisi tersebut sangat merugikan keuangan PLN sampai saat ini dan seterusnya.

Keterlibatan Jusuf Kalla dalam Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW tahap I tersebut begitu kentara saat Jusuf Kalla mati – matian mempertahankan Eddie Widiono Suwondo sebagai Dirut PLN, meskipun saat itu Eddie Widiono menjadi tersangka kasus korupsi Pengadaan PLTG Truck Mounted Borang yang membawanya ke Hotel Prodeo di Mabes Polri. Eddie Widiono saat itu juga sekaligus menghadapi belasan kasus dugaan korupsi di PLN yang diproses di KPK maupun di Mabes Polri. Jusuf Kalla tetap mempertahankan Eddie Widiono sebagai Dirut PLN agar Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW tahap I ini tetap berjalan, meskipun Eddie Widiono masuk penjara selama 120 hari.

Dapat dilihat bahwa bagi Jusuf Kalla yang penting ia mendapatkan banyak uang tanpa memperdulikan prosedur dan cara – cara mendapatkan uang tersebut serta mengorbankan BUMN – BUMN terkait. Maka dapat dimengerti mengapa SBY menolak didampingi kembali oleh Jusuf Kalla – Sang Kleptokrasi – saat pemilihan Presiden tahun 2009. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar