Kamis, 05 Juni 2014

III.3 Janji-Janji Palsu Program Jakarta Baru ala Jokowi (lihat lampiran 3)

Dari semua Janji-Janji Palsu Program Jakarta Baru ala Jokowi maka dapat disimpulkan bahwa banyak program yang tidak berjalan apabila kita lihat jumlah anggaran APBD 2013-2014 pada masa Jokowi maka seharusnya semua program yang dijanjikan oleh Jokowi dapat terlaksana dan terealisasi, berikut data serta daftar kesimpulan dari program dan janji-janji manis yang disampaikan oleh Jokowi antara lain:

1. Program Transportasi (Jakarta Bebas Macet) yang terdiri dari : Pengembangan Koridor Busway; Penambahan Armada Busway (ada tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung); Peremajaan Armada Bus Sedang; Pembangunan MRT (Mass Rapid Transportation); dan Pembangunan Monorail dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar Program tersebut belum terealisasi dan hanya untuk Proyek PENCITRAAN Jokowi saja. Program tersebut bukan ide Jokowi, Jokowi hanya menjiplak program Sutiyoso & Fauzi Bowo. Sangat ironisnya karena APBD Jokowi jauh lebih besar dibandingkan dengan Sutiyoso dan Fauzi Bowo. Program pengadaan armada Busway ternyata jadi obyek KORUPSI yang dilakukan oleh Jokowi dan Michael Bimo Putranto.

2. Program Pengendalian Banjir (Jakarta Bebas Banjir) terdiri dari : Pengembangan Situ, Waduk, dan Embung; Normalisasi Sungai dan Saluran; Pengembangan Sistem Polder; Pembuatan Tanggul Laut Raksasa; Pembuatan Sumur Resapan dan Lubang Bio Pori; Pembangunan DEEP TUNNEL (Terowongan Multi Guna). Program yang belum terealisasi sama sekali adalah Pengembangan Sistem Polder, Pembuatan Giant Sea Wall, dan Pembangunan DEEP TUNNEL (Terowongan Multi Guna). Sedangkan Program Pengembangan Situ, Waduk, dan Embung baru Waduk Pluit dan Waduk Ria Rio yang terealisir akan tetapi pada musim Hujan, Jakarta Utara dan Jakarta Timur tetap banjir parah. Program Pembuatan Sumur Resapan dan Lubang Bio Pori sangat sedikit yang terealisir. Dari Program yang ada, Jokowi menjiplak apa yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta sebelumnya (Sutiyoso dan Fauzi Bowo). Bagi Jokowi yang terpenting adalah melakukan PENCITRAAN.

3.  Program Perumahan Rakyat dan Penataan Kampung terdiri dari : Mendorong Bangunan Hunian Vertikal; Penataan Kampung dan Lingkungan Kumuh (Kampung Deret). Program Bangunan Hunian Vertikal tidak efektif bagi penduduk di DKI Jakarta yang hampir mayoritas pendapatannya kurang dari Rp 5 juta/bln. Dari program ini dapat dilihat bahwa Jokowi lebih MEMIHAK kepada INVESTOR  yang bermodal besar, bukan kepada wong cilik. Program Kampung Deret yang sudah terealisasi dan yang telah selesai dibangun berjumlah 6 lokasi, lokasi Kampung Deret tersebut  adalah daerah Petogogan, Cipinang Besar Selatan, Klender, Pisangan Timur, Jatinegara, dan Cilincing. Jumlah tersebut masih sangat jauh dari target yang di janjikan oleh Jokowi, dimana Jokowi menjanjikan akan membangun kampung deret di 80 lokasi yang ada di wilayah DKI Jakarta.

4. Program Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) : Untuk membuat RTH ini Pemprov DKI Jakarta harus mengucurkan dana anggaran sebesar 1 triliun rupiah/ tahun, dimana dana tersebut digunakan untuk pembelian lahan yang nantinya akan dikonversi menjadi lahan RTH (ruang terbuka hijau). Luas RTH yang ada di Jakarta saat ini hanya sekitar 75 kilometer persegi atau hanya 9,8 persen saja dari luas daratan di ibu kota yang berjumlah 661,52 kilometer persegi. Selama kepemimpinan Jokowi di DKI Jakarta ia telah melaksanakan program RTH yaitu pembuatan RTH di kawasan Jakarta Utara, yang salah satunya adalah Taman Waduk Pluit di Penjaringan Utara dan Waduk Ria Rio di Jakarta Timur. Dimana Jokowi mengklaim dengan dibuatnya Taman Waduk Pluit di Penjaringan, Jakarta Utara dan Taman Waduk Ria Rio di Jakarta Timur ia telah mengadakan 9,8 persen ruang terbuka hijau di DKI Jakarta. “Pernyataan ini hanya sebagai klaim dari Jokowi saja, karena faktanya dari dua waduk tersebut jauh dibawah 9,8 persen dan klaim tersebut adalah PENIPUAN PUBLIK !!!”. Pada dasarnya program ini hanya meneruskan program Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta sebelum Jokowi.

5. Program Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terdiri dari : Penyediaan Ruang Ekonomi Informal pada kawasan perkantoran dan perdagangan; Membangun Mall Khusus PKL (Pedagang Kaki Lima); dan Memperbaiki Pasar Tradisional. Program Penyediaan Ruang Ekonomi Informal pada kawasan perkantoran dan perdagangan : Pada tahun 2014 program ini sudah dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Joko Widodo, Hal ini dibuktikan dengan direlokasikan para PKL yang berdagang di sekitar jalan Tanah Abang ke Gedung Pasar Tanah Abang Blok G. Namun para pedagang ini kembali berjualan di trotoar, hal ini disebabkan karena sangat sedikitnya pembeli yang menyambangi Pasar Blok G Tanah Abang yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta, sehingga omzet mereka yang tadinya cukup besar menjadi kurang dan bahkan mereka selalu merugi. Hal senada juga di sampaikan oleh para pedagang mainan di Pasar Gembrong Jakarta Timur setelah di relokasi dan disediakan ruang ekonomi informal di Pasar Cipinang Besar Selatan. Sangat sedikitnya pembeli yang datang ke tempat relokasi, sehingga hal ini membuat banyak pedagang yang merugi. Para pedagang kembali lagi berjualan di jalan raya dan dampaknya adalah kemacetan yang muncul kembali dan program tersebut dapat dikatakan gagal total. Program Membangun Mall Khusus PKL (Pedagang Kaki Lima) sampai saat ini belum terealisasi. Program Memperbaiki Pasar Tradisional bukanlah sepenuhnya program dari Gubernur Jokowi, Program ini sebelumnya telah dilakukan pada masa pemerintahan Gubernur Fauzi Bowo, namun karena ada beberapa kendala yang utama di bidang pendanaan serta tidak adanya investor swasta maka program ini tidak dapat direalisasikan. Namun semenjak Jokowi menjabat sebagi gubernur maka program inin ingin diteruskan, Akan tetapi janji-janji Jokowi selama masa kampanye pada Pemilihan Gubernur ini sampai saat ini belum juga berjalan. Lagi-lagi ini hanya meneruskan dan menjiplak program dari Gubernur  sebelumnya (Sutiyoso dan Fauzi Bowo).

6. Program Revitalisasi Kota Tua : Program ini belum ada progres yang berarti, sehingga dapat dikatakan ini hanya sebagai mimpi dan menjadi program abadi bagi para gubernur DKI Jakarta. Hal ini dapat dibuktikan dari Gubernur Ali Sadikin sampai dengan saat ini belum terlihat adanya perkembangan program ini akan berjalan. Jokowi yang menjadi Gubernur DKI Jakarta pada saat ini ingin menuntaskan Revitalisasi Kota Tua. Dalam menjalankan Program Revitalisasi Kota Tua Jokowi kongkalikong dengan pihak pengembang besar milik PENGUSAHA KRISTEN. Biaya revitalisasi Kota Tua sangatlah sedikit dibandingkan dengan keuntungan dari izin yang didapat dari Jokowi sebagai hasil dari komersialisasi Kota Tua Jakarta dan izin pembangunan Mall, Hotel, Apartemen dan area komersial lainnya diseluruh Wilayah DKI Jakarta.  

7. Program Penerimaan Pajak : Karena Jakarta tidak memiliki sumber daya alam, hasil hutan, hasil  pertanian, dan migas serta hanya mengandalkan sektor jasa dan  sektor properti, untuk meningkatkan APBD DKI Jakarta, maka Jokowi menaikkan NJOP sampai 400%. Keputusan Jokowi menaikkan NJOP sebesar 100 % - 400 % untuk semua golongan masyarakat tanpa memikirkan kemampuan yang berbeda dari masyarakat. Kenaikan NJOP tersebut dimaksudkan untuk menggusur masyarakat pensiunan, masyarakat tidak mampu, dan warga Betawi yang akan menjual tanah dan bangunan miliknya kepada para pengembang besar milik pengusaha KRISTEN. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar